Rabu, 16 Januari 2013

JAKA TARUB



            Alkisah, di sebuah negeri khayangan, berdirilah sebuah istana yang sangat terkenal bernama ISTANA SANTAI SEJENAK. Di dalam istana ini terdapatlah tujuh bidadari yang cantik jelita dan sangat terkenal di jagad khayangan. Banyak pangeran yang berlomba-lomba untuk mendapatkan hati para bidadari ini, tapi tak satu pun yang berhasil mendapatkan mereka. Alhasil pangeran-pangeran itu  cuma bisa gigit jari, namun mereka bertekad dengan cara apapun harus bisa mendapatkan sang bidadari.
            Ternyata, ketujuh bidadari itu punya tips jitu untuk senantiasa awet muda dan mempercantik diri mereka. Sebulan sekali mereka wajib turun ke bumi dan mandi di Sungai Sepanjang Masa yang dipercaya punya khasiat membuat awet muda dan mempercantik bagi wanita dan memperganteng bagi laki-laki. Seperti sore itu, Bandara Internasional Khayangan “Mabur Mudun” terpaksa ditutup sementara karena para bidadari akan turun khayangan menuju Sungai Sepanjang Masa.
            “Aduh, senangnya bisa turun khayangan! Ngga melulu dikurung di istana. Udah ngga sabar bisa main air,” kata Bidadari Kuning.
            Yuppy! Makanya dari dulu 17 tahunnya, jadi diizinkan ayah turun ke bumi. Ntar mainnya jangan kepuasan ya! Kalau hampir gelap segera bersiap-siap pulang kalo tidak akan kami tinggal,” nasehat sang kakak, Bidadari Violet.
            “Oke, kakak!” kata si bontot, Bidadari Kuning.
            “Eh, tas kosmetikku mana? Kok ngga ke bawa ya? Tadi rasanya aku bawa. . Mana sih?!“ Bidadari Hijau bingung mencari tas kosmetiknya dan bikin heboh pesawat Mabur Dhewe Nganggo Selendang Airways.
            “Aduh, kowe ki heboh banget to, Jo! Biasa wae to! Ntar pake punyaku wae! Luweh lengkap! Emang kapan koe ndue po tas kosmetik?!” kata Bidadari Biru.
            “Waduh, Kak Biru emang pangerten! Sunblock mana, Kak? Sabun cair? Shampoo anti ketombe? Batu apung? Apa lagi yak........?!?!” Bidadari Hijau sibuk mengobrak-abrik isi tas kosmetik Kak Biru.
            “Walah, Kok malah diacak-acak ki kepiye jal?!!!!!” gerutu Biru.
            Tititit..tiiiitit...tititit...titit...suara telepon berbunyi. “Say, aku lagi mau turun khayangan nich! Udah ngga tahan, rambut udah lepek, badan dah lengket-lengket begini.... Wadoh!!! Iya, besok sore aku pasti datang arisan. Jangan lupa bawa barang pesenanku.....Apa?!!! Barangnya belum jadi? Gimana seh? Niat jualan ngga sih??!!” suara Bidadari Pink yang sedang menelpon temannya.
            “Aduh, Kalian ini, Heboh banget?! Mau berangkat pa ngga? Nek emang mau segera turun. DIAM! Handphone matikan! CEPET! Keburu matahari angslop!” seru kakak tertua yang punya nama Bidadari Merah marah-marah pada adik-adiknya.
            “Ya nich! Tenang dunk biar lebih cepet sampai dan bisa lama mandinya!” kata Bidadari Putih.
            “Perhatian-perhatian kepada para bidadari yang akan turun ke bumi, dimohon untuk segera mengenakan sabuk pengaman dan mematikan TG-nya demi kelancaran penerbangan,” seru Announcer mengingatkan dari microfon.
            “Bagi yang memiliki penyakit jantung persiapkan obat tidur anda. Bagi Anda yang penakut, silakan membatalkan penerbangan supersonik yang pasti akan memacu adrenalin Anda. Bagi Anda yang suka mabuk udara atau penyakit-penyakit mematikan yang lainnya, dimohon untuk meminum obatnya masing-masing agar tidak menyusahkan selama perjalanan. Bagi mereka yang tidak membawa obat bisa menghubungi pramugara kami. Kami juga menyediakan bagor bagi anda yang hobi muntah. Aneka kudapan khas Sungai Sepanjang Masa telah siap dihadapan anda agar perjalanan Anda lebih nyaman. Silakan anda nikmati. Perjalanan memakan waktu 15 menit kurang tiga detik, persiapkan jantung anda sekarang!” kata announcer mengingatkan lagi.
            WuZZZZZZZZZzzzzzzzhhhhhhh.....” suara pesawat beranjak turun ke bumi.
*******************************************

            “Akhirnya sampai juga! Ayo serbuuuuuuu!!!” kata Bidadari Kuning.
            “Lepaskan dulu selendangmu! Taruh sana! Pakai kemben aja kalau mau mandi di sini!” pinta Sang kakak, Bidadari Pink sambil menunjuk semak-samak yang ada batunya cukup besar.
            “Oke, kakak! Woaaaaaaa!!!” kata Kuning yang sudah tidak sabar untuk bermain air.
            ByuuuuuuuR..jebar-jebur..bunyi air sungai ketika para bidadari mulai memasuki sungai.
            Cekikik..cekikikk...cekikik..cekikik...suara tawa para bidadari yang renyah saat mereka sedang mandi di sungai.
           
            Tidak jauh dari tempat para bidadari itu mandi, ada seorang pemuda tampan nan gagah perkasa sedang melakukan pengembaraan. Pemuda itu dikenal dalam sejarah manusia, bernama Jaka Tarub. Karena tadi pagi mendapatkan sumbangan rendang jengkol yang super duper pedas dari seorang warga di seberang desa ketika ia singgah di desa tersebut, sekarang ia mendadak ingin boker. Hasratnya untuk menunaikan panggilan alam itu pun segera ia tunaikan ketika melihat di depannya ada sebuah sungai.

            Adoh, udah ngga tertahan lagi nich! Wah, kok ramai banget sungainya. WoW vitamin A nich! Cakep-cakep bener nich putri-putri ini? Apa aku lagi mimpi?” guman Jaka Tarub sambil mengucek-ucek matanya.
            “Malu ah kalau beol di sungai. Di balik batu ini aja kali ya? Iya dah, di sini aja. Toh masih bisa memandangi putri-putri ini mandi. Lumayan! Suweger! ! !
            Broootttttt...tttttt...suara alam sang Jaka mulai menjalankan misinya. “Uwah, akhirnya selesai juga! Njuk le cawik piye? Masa ngga cawik? Wah, kebetulan nich! Ada kain warna-warni nganggur. Ada putih, , pink, , kuning, , ijo, , ungu, , merah, , biru, , pilih yang mana ya wat ngelap? Em, yang kuning aja! Biar sama warnanya! Trus tinggal dibuang aja, beres!” kata Jaka Tarub yang tidak tahu bahwa itu milik para bidadari yang sedang mandi.
            “Ayo, adik-adik kita kembali ke khayangan! Hari sudah semakin sore dan matahari sudah hampir tenggelam. Cepat ambil selendang kalian masing-masing untuk naik ke khayangan karena tidak ada penerbangan di bumi yang menuju ke khayangan! Buruan! Matahari sudah hampir tenggelam, hari hampir gelap..ntar kita tersesat lagi di awan kalau tidak cepat!” kata Kakak tertua mengingatkan.
            “Kuning, buruan pakai selendangmu! Udah ngga keburu nich kalau kamu lama!” seru Bidadari Putih yang melihat adiknya clingak-clinguk saja.
            “Iya, tapi mana selendangku, Kak!? Kok ngga ada?” kata Bidadari Kuning panik.
            Lha kamu tadi naruhnya di mana, Ning?! Saking exited-nya pasty kamu tadi sembarang aja naruh selendangmu ya?” tanya Bidadari Hijau.
            “Ngga kuk! Aku meletakkan selendangku bareng punya kalian kok tadi!” suara Kuning ketakutan.
            “Ya udah, kita ngga punya banyak waktu! Maaf, Kuning kami harus segera pergi! Kalau tidak kita semua tidak akan bisa kembali ke khayangan dan ayah akan marah dan ujung-ujungnya kita ngga akan diizinkan lagi turun ke bumi!” kata Bidadari Merah.
            “Kak, aku tadi meletakkannya di sini bareng milik kalian! Tapi kenapa ngga ada? Kakak jangan tinggalkan aku sendiri. Aku baru pertama kali turun ke bumi! Aku ngga tahu bagaimana keadaan bumi . Kak! Tolong aku!” kata Kuning memelas.
            “Iya, kak Merah, kasihan Kuning jika kita tinggal di sini sendirian,” kata Bidadari Pink.
            “Sudahlah, ayo, Kak Merah kita segera naik ke khayangan! “ bujuk Bidadari Biru.
            “Ayo bergegas! Kita berangkat! Kalau yang mau tetep di bumi dan membuat ayah murka, silakan tinggal bersama Kuning!” kata Merah.
            “Adik, maafkan kami. Kami harus pergi! Setelah di khayangan akan kami cari cara membawamu pulang tanpa selendangmu. Berhati-hatilah! Good Luck yah!” kata Bidadari Putih.
            “Kami pergi dulu, Dik Kuning!” kata para bidadari serentak.

            Di balik semak-semak, Jaka Tarub yang sedari tadi melihat tragedi itu benar-benar merasa bersalah. Kenapa ia memakai kain kuning yang ternyata adalah milik Bidadari Kuning dan melemparnya di semak-semak sehingga para bidadari itu tidak dapat menemukannya. Ia benar-benar tidak sengaja melakukan ini semua. Sebagai penebus rasa bersalahnya ia kemudian mendekati Bidadari Kuning itu. Dan beginilah jika seorang Jaka Tarub menghadapi wanita.
            “Maaf, Kenapa adik hampir malam begini masih berada di tengah hutan? Apakah gerangan yang adik lakukan?” kata Sang Jaka.
            “Aku sedang sial! Baru pertama kali datang ke bumi sudah harus mendapatkan cobaan seberat ini. Aku ngga bisa pulang ke khayangan. Aku bingung! Aku harus bagaimana? Di mana selendangku? Siapa yang telah iseng mengambilnya dariku?“ jelas Kuning panjang lebar tentang asal usul dan kejadian yang baru saja dialaminya sambil menangis tersedu-sedu.
            “Sudahlah Tuan Putri, sebaiknya Tuan Putri ikut dengan saya saja. Berbahaya malam-malam ada dalam hutan sendirian. Kalau tiba-tiba ada singa, ular kobra atau harimau yang tiba-tiba datang bagaimana? Belum lagi kalau ada perampok atau garong yang tiba-tiba mendekati Tuan putri, saya tidak dapat membayangkan bagaimana jadinya nanti, “ kata Jaka.
            “Tapi aku tidak punya siapa-siapa! Kakak-kakakku saja tidak peduli dengan nasibku!” kata Kuning.
            “Jika Tuan Putri tidak keberatan, Anda bisa ikut dengan saya mengembara. Daripada anda di sini sendirian? Ya, itu kalau Tuan Putri tidak keberatan. Kalau keberatan ya biar saya bantu membawakan. he..he..he..” kata Jaka mencoba membuat lelucon.
            “Tetapi aku belum mengenal siapa Anda, bagaimana kalau...” kata Kuning ragu.
            “Perkenalkan, nama saya Jaka Tarub, Siapa nama Anda, Tuan Putri? “ katanya sambil mengulurkan tangannya pada Bidadari Kuning.  
            “Namaku Kuning. Di khayangan aku dipanggil Bidadari Kuning!”
            “Ow, Kuning? ! Bagaimana, maukah Anda ikut dengan saya. Tidak perlu khawatir, saya tidak akan macam-macam dengan Anda, percayalah,” kata Jaka mencoba meyakinkan Kuning.
            “Baiklah, Tuan Jaka, aku akan ikut dengan Anda!”
            “Panggil aku Jaka saja, biar lebih akrab,”
            “Baiklah, Jaka!”
***********
                
            Setelah hampir enam bulan lamanya Kuning mengikuti pengembaraan Jaka ke berbagai tempat dan hubungan di antara keduanya semakin akrab dan intim, maka pada suatu hari Jaka memutuskan untuk berbicara tentang sesuatu yang sangat penting dalam hidupnya kepada Kuning. Waktu itu mereka sedang singgah di sebuah daerah di tepi pantai. Dan sore itu keduanya sedang duduk terdiam di bibir pantai.
            “Suasana senja seperti ini mengingatkan aku pada kakak-kakakku. Aku kangen pada mereka. Aku kangen ayah ibuku di khayangan. Entah bagaimana aku bisa bertemu mereka lagi. Aku ...” isak Kuning.
            “Sudahlah, Dik Kuning. Tidak udah kau pikirkan lagi masa lalumu. Sekarang mari kita pikirkan masa depan kita. Sudah hampir enam bulan ini kita bersama dan aku merasa kita memiliki banyak kesamaan sifat. Aku juga sangat nyaman jika ada kamu disampingku. Aku sudah lama membujang. Usiaku juga semakin tua. Maukah kamu menjadi istriku? Setelah kita menikah nanti aku janji akan membuatmu bahagia dan melindungimu dari marabahaya. Aku juga bersedia menghentikan hobiku untuk berkelana dan hidup denganmu. Membangun rumah agar kamu tidak perlu capek mengikutiku berkelana. Kita tinggal di sini saja. Dekat dengan laut. Mudah untuk mencari makan. Pemandangan di sini juga sangat indah. Deburan ombak dan pasir putihnya membuat kita damai jika berada di sini. Bagaimana? Maukah kamu menghabiskan sisa hidupmu bersamaku?” pinta Jaka sambil menatap gadis di sampingnya itu.
            “Aku,,Baiklah..aku bersedia menjadi istrimu, Kang jaka!”
            Pernikahan antara Jaka Tarub dan Bidadari Kuning pun terlaksana jua di Desa Suka Ikan yang letaknya tidak jauh dari pantai. Mereka kemudian menetap di desa tersebut setelah menikah. Sifat supel yang dimiliki Jaka membuat ia dengan mudah mendapatkan simpati dari warga. Pembuatan rumah pun didapat Jaka secara gratis. Warga sekitar rela bergotong royong membuat rumah bagi Jaka dan Kuning.
********  

            Setelah satu tahun menikah, akhirnya Kuning melahirkan seorang anak laki-laki yang tampan. Anak itu mereka beri nama Putra Samudera Kehidupan. Mereka berharap anaknya itu bisa menjadi seorang pelaut yang mampu mengarungi berbagai benua.
            “Dik Kunim, akhirnya kita memiliki putra yang sangat tampan! Itu karena bapaknya yang ganteng kan?” kata Jaka.
            “Iya, karena sumbangan ibunya yang cantik juga makanya Samudera tampan. Lalu tadi kangmas bilang apa? Kunim? Siapa Kunim? Selingkuhan kakang ya?!!!!” kata Kuning tidak mau kalah.
            “Duh, istriku ini. Kalau marah jadi semakin cantik. Kunim kepanjangan dari Kuning Imut. ha..ha..ha..” Jaka merajuk.
            “Bisa ajah, Kakang Jaka ini! Gombal wewe!!!!” Kuning tersipu malu.
********

            Sementara itu di tempat lain, Kakak-kakak Kuning, para bidadari sedang bingung mencari keberadaan Kuning. Setiap mandi di Sungai Sepanjang Masa mereka selalu berharap kalau adik terkecilnya itu akan menemui mereka, tetapi setelah bertahun-tahun, harapan itu tidak pernah terlaksana.
            Pada suatu hari ketika mereka mandi di sungai, tiba-tiba ada sebuah selendang kuning yang sudah robek-robek dan agak usang warnanya. Spontan, Bidadari Hijau yang tidak sengaja mendapatkannya pun teriak, “Loh..loh..loh..Bukannya ini selendang si Kuning?”
            “Coba liat!” kata si Merah.
            “Iya, Kak Mer, itu memang punya adik Kuning!” kata Bidadari Pink.
            “Lantas, di mana ia sekarang?” tanya Bidadari Putih.
            “Bagaimana kalau kita cari Kuning. Senyampang hari masih belum terlalu sore! Bagaimana?” usul Bidadari Ungu Violet.
            “Aku setuju dengan ide kak Ungu!” seru Bidadari Putih.
            “Baiklah, mari kita cari!” seru Bidadari Biru.
            “Apapun yang terjadi kita jangan sampai berpisah. Waspada kalau ada apa-apa nanti selama mencari Kuning. Ketika hari sudah mulai gelap, segera pulang ke khayangan!” kata Merah memberi instruksi pada adik-adiknya.
            Hingga hari hapir gelap, tapi pencarian terhadap Kuning tidak menemukan hasil. Berbulan-bulan pencarian ini dilakukan selepas bidadari-bidadari ini mandi di Sungai Sepanjang Masa, sampai pada suatu hari secara tidak senagaja Bidadari Merah melihat ada bekas goresan di pohon kelapa bertuliskan, “AKU BENCI PADA KALIAN YANG TELAH MENELANTARKAN AKU. AKU MERINDUKAN ISTANA SANTAI SEJENAK! AYAH..IBU..”
            “Lihatlah! Bukankah ini tulisan si Kuning?” kata Merah.
            “Ya, aku juga yakin itu tulisan Kuning! Hobinya memang menulis di pohon kan waktu di khayangan?” kata Bidadari Biru.
            “Berarti ia ada di sekitar sini. Paling tidak ia pernah singgah di tempat ini! Ayo kita cari!” kata  Bidadari Pink.

            Mereka kemudian mencari bidadari Kuning, adiknya. Sampailah mereka pada sebuah gubuk yang didalamnya terdengar suara bayi yang meraung-raung. Ada seorang wanita yang sedang menyusui anaknya. Dari belakang para bidadari itu dapat mengenali siapa wanita itu.
            “Kuning!?” panggil Bidadari Pink.
            Yang dipanggil pun menyahut. “ Kakak!? Kenapa kakak ada di sini?”
            “Ceritanya panjang! Ayah dan ibu sangat merindukanmu! Ayah sekarang sedang sakit keras. Sudah hampir setahun ini ayah sakit! Ayah merindukanmu, Dik!” kata Bidadari Biru.
            “Tapi sekarang aku tidak bisa pergi, Kak! Aku sudah menikah dengan Kakang Jaka Tarub. Seorang pemuda yang telah menolongku saat kalian meninggalkanku di hutan dua tahun yang lalu. Aku sekarang juga telah memiliki anak, aku ngga bisa meningglkan mereka!” kata Kuning.
            “Jadi kamu lebih memilih mereka dari ayahmu sendiri?” kata Bidadari Hijau.
            “Maaf, tapi aku tidak bisa pergi tanpa izin dari suamiku, dosa, Kak. Suamiku sedang melaut sekarang. Paling tidak tunggulah sampai ia pulang!” kata Kuning.
            “Sudahlah! Jangan banyak alasan. Ini selendangmu sudah kami temukan! Segera pakai dan kita pulang!” bentak Merah.
            “Tidak! Aku tidak akan pergi!” jawab Kuning tegas.
            “Seret dia! Paksa ia pakai selendang kuningnya!” kata Merah.
            “Tidak! Aku tidak mau pergi bersama kalian! Jangan pisahkan aku dengan anakku!” Kuning meraung meminta pertolongan.
            “Ayo kita pulang! Segera terbang sebelum hari menjadi gelap! Kita ngga punya banyak waktu!” kata Bidadari Hijau.
            “Tolong! Tolong!Tolong!” Kuning meronta karena dipisahkan dari Samudra, anaknya.
            “Weh, mau dibawa ke mana Non Kuning?!! Tolong...Tolong...Tolong...!!” kata seorang warga yang kebetulan melihat penculikan itu. Bapak itu berusaha membantu, tetapi Kuning dan kakak-kakaknya sudah keburu terbang.
            “Duh, betapa malang nasibmu, Nak!” kata bapak tetangga itu sambil menggendong Samudera.
*******






            Sore harinya, ketika Jaka kembali dari laut, ia benar-benar terkejut melihat rumahnya sepi. Biasanya ketika ia pulang melaut, pasti Kuning akan menunggunya di depan rumah sambil menggendong Samudera. Senyuman dari bibir Kuning akan membuat rasa cape Jaka setelah seharian melaut hilang seketika. Tiba-tiba.
            “Ini Anakmu, Jaka! Tadi istrimu diculik oleh enam orang bidadari. Istrimu dibawa terbang oleh mereka!” kata Bapak tetangga yang tadi kebetulan melihat kejadian tadi siang sambil memberikan Samudera kepada Jaka.
            “Pasti mereka bidadari-bidadari itu. Mereka akhirnya bisa menemukan Kuning,” guman Jaka Tarub. “Terima kasih, Pak!”
            “Sebenarnya apa yang terjadi?” tanya bapak tetangga itu.
            “Istriku adalah bidadari dari khayangan. Sewaktu ia sedang mandi di bumi, aku mencuri selandangnya dan membuangnya. Aku tidak tahu kalau itu miliknya. Selama ini aku tidak pernah jujur padanya kalau aku yang mengambil selendang itu. Mungkin ini karma bagiku. Sekarang kamu ngga akan pernah melihat ibumu lagi, Samudra,” kata Jaka sambil menimang Samudera, anaknya. Tanpa terasa air matanya meleleh dan mengenai pipi Samudra.
              

Tidak ada komentar:

Posting Komentar